MAKALAH
CARA MENGATASI PERGAULAN BEBAS
Di susun oleh :
Nama : Leo Hindra Ardiono
No.Absn
: 16
Kelas : XII MM 2
KOMPETENSI KEAHLIAN MULTIMEDIA
SMK PGRI NGADIROJO
TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013
KATA PENGANTAR
Assallamu’allaikum wr. Wb
Puji syukur
kehadirat Allah SWT.Bahwa kami masih diberikan nikmat sehat, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Cara Mengatasi Pergaulan Bebas
Terhadap Remaja.”
Walaupun makalah kami belum sempurna tetapi kami merasa bangga terhadap hasil
yang dicapai.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini bermanfaat bagi kami khususnya dan para
pembaca pada umumnya.Kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan
pembuatan makalah selanjutnya.
Wassallamu’allaikum wr.
Wb
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................
1.2 Pembatasan Masalah................................................................
1.3 Tujuan.................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN.....................................................................
2.1 Pengertian
Remaja.............................................................................
2.2 Ciri – ciri Fisik dan Psikologis.....................................................................
2.3 Mengenali Kebutuhan Psikologis Remaja....................................................
2.4 Pergaulan Bebas............................................................................
Perkembangan Kognitif...................................................................................
Perkembangan
Sosial dan Emosional...............................................................
Perkembangan
Seksual....................................................................
BAB III PENUTUP..........................................................
RINGKASAN.............................................................................
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Remaja adalah generasi penerus yang akan membangun bangsa kea rah yang lebih
baik yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat
menguntungkan diri sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar.
Maka dari itu remaja tersebut harus mendapatkan perhatian khusus,baik oleh
dirinya sendiri,orang tua,dan masyarakat sekitar.
Banyak kita basa di media massa maupun kita lihat di media elektronik adanya
remaja yang berprestasi juga ada remaja yang melakukan tindakan atau perbuatan
yang merugikan dirinya sendiri,keluarga dan masyarakat sekitar.
Pada makalah ini kami akan mencoba membahas cara mengatasi pergaulan bebas
terhadap remaja
1.2 Pembatasan masalah
Pada kesempatan ini kami hanya akan membatasi pengaruh media massa,media
elektronik terhadap pergaulan remaja
Media massa (cetak) perlunya remaja membaca hal-hal yang positif.Dan media
elekronik,tayangan-tayangan di televisi yang dapat merusak aqidah dan moral
remaja tidak layak untuk ditonton oleh para remaja missal tayangan yang berbau
misteri dan film-film yang berbau alam gaib.
1.3 Tujuan
Makalah ini kami buat dengan bertujuan agar remaja-remaja masa kini terarah
pergaulanny yaitu dengan melakukan kegiatan yang positif yang berguna untuk
dirinya sendiri,keluarga,dan masyarakat sekitar.
Dan supaya agar remaja tidak terjebak di dalam pergaulan bebas.Maka dari itu
perlu kiranya remaja membentengi diri denan iman yang kuat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Remaja
Diantara seluruh tahap kehidupan yang kita alami,mungkin salah satu tahap yang
paling tak terlupakan adalah masa remaja,karma tampaknya tidak ada fase lain
banyak dipenuhi dengan pengalaman tentang patah hati,konflik batin,dan kesalahpahaman
selain masa remaja.
Kita masih dapat mengingat antara rasa sakit dan kebahagiaan bercampur menjadi
satu yang kita alami saat remaja.Kita tetap menyimpan kenangan betapa kita
disalahpahami, betapa kita begitu sering dan cepat berubah-rubah,betapa kita
begitu mengharapkan penerimaan,dan betapa kita begitu merasakan kesepian dan
kesendirian.
Kadang kita juga merasa mengapa tidak ada orang yang mau mengerti tentang
kita.Kita merasa heran bagaimana semua ini dimulai dan darimana.Semua ini
terjadi pada masa remaja,saat yang penuh gejolak dan keinginan,tetapi tidak
jarang mengakibatkan begitu banyak persoalan jika tidak disikapi secara arif
dan bijak.
Remaja seing diidenntikan dengan usia belasan tahun sehingga dalam bahasa
inggris ”remaja” juga disebut dengan istilah “Teenager”,selain kata
adolescent.Akan tetapi remaja tidak hanya dapat diidentifikasi berdasarkan
usia,tetapi juga bisa ditelisik dari kehidupan yang penuh dengan
keceriaan,warna-warni,dan permulaan usia mengenal lawan jenis.
Selain itu,di usia remaja kita juga biasanya mulai bertemu dengan nilai-nilai
dan norma-norma baru yang berbeda dengan nilai dan norma yang selama ini kita
kenal.Pada masa remaja juga kita pada umumnya mulai merasakan kegelisahan dalam
hubungan kita dengan orang tua dan teman-teman sebaya;kita ingin menunjukkan
kemandirian kita di satu sisi,teapi di sisi lain kita belum dapat melepaskan
diri sepenuhnya dari pengawasan dan ketergantungan kita dari orang tua.
2.2 Ciri-ciri Fisik dan Psikologis
Bila merujuk pada psikologi perkembangan akan kita temukan pembagian tahap
perkembangan psikologis kita menjadi tiga tahap: sembilan tahun pertama,
sembilan tahun kedua dan sembilan tahun ketiga. Sembilan tahun pertama dalam
kehidupan kita dapat disebut sebagai masa kanak-kanak. Pada masa ini kita
hamper sepenuhnya bergantung pada perhatian dan bimbingan orang lain, utamanya
orangtua kita. Dari persoalan mandi, makan, apa yg kita pakai, pilihan sekolah,
dan teman hamper semuanya di pengaruhi oleh keputusan dan kebijakan orangtua
kita. Masa kanak-kanak ditandai dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik yg
sangat cepat: mulai dari belajar telungkup, merangkak, berjalan, berbicara, dan
berpikir.
Usia remaja berada pada perkembangan psikologis kedua dan sembilan tahun kedua
setelah kita melewati masa kanak-kanak. Pada masa ini kita mulai diajari tantang
kemandirian dan bagaimana membuat keputusan untuk diri kita sendiri. Selain
itu, karakteristik umum dari pertumbuhan dan perkembangan fisik kita pada
periode usia ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertumbuhan
tinggi badan dan berat badan pada umumnya lambat dan mantap; pertumbuhan yang
sangat cepat pada masa kanak-kanak telah selesai dan perubahan-perubahan
menginjak usia remaja mulai tampak. Pada usia ini kita cenderung mengalami
perubahan hormonal,berupa perubahan suara, mulai tumbuhnya bulu-bulu di bagian
tubuh tertentu, dan penonjolan-penonjolan pada bagian tubuh tertentu bagi
perempuan.
Pada tingkat usia ini system peredarn darah, pencernaan dan pernapasan sudah
berfungsi secara lengkap meskipun pertumbuhan masih terus berlanjut. Parui-paru
kita sudah hampir berkembang secara lengkap dan tingkat respirasi orang dewasa.
Tekanan darah meningkat menjadi sedikit lebih rendah dari pada tekanan orang
dewasa. Otak dan urat syaraf tulang belakang ( spinal cord ) menjadi orang
dewasa pada usia 10 tahun, tetapi perkembangan sel-sel yg berkaitan dengan
perkembangan mental belum sempurna dan terus berlanjut selama beberapa tahun
kemudian. Pada usia 10 thun, mata kita telah mencapai ukuran dewasa dan
fungsinya sudah berkembang secara maksimal.
Masa remaja adalah saat ketika kita tidak lagi menjadi kanak-kanak, tetapi
belum memasuki usia dewasa. Meskipun begitu, ada juga di antara kita, remaja,
yg kekanak-kanakan atau remaja yg sudah mampu berpikir layaknya orang dewasa.
Saat masih kanak-kanak hamper sepenuhnya kita bergantung pada orang lain,
terutama orangtua atau wali kita. Masa kanak-kanak adalah masa “ketergantungan
aktif” ketika kita sepenuhnya mengharapkan kasih-sayang dan perhatian orang
lain. Tetapi pada masa kanak-kanak kita juga sadar tantang ketergantungan kita
dan berjuang untuk membebaskan diri meskipun kita tidak sepenuhnya menyadari:
bebas dari apa atau kebebasan untuk apa ? Secara tidak langsung kita menjadi
sadar bahwa, meminjam ungkapan Norton, selam ini kita telah
“salah-diidentifikasi,” bahwa kita selama ini bukan “budak”, bahwa kita adalah
pribadi-pribadi yang sama dengan “orang lain” dalam kehidupan kita-bukan
sekedar “derivasi-derivasi”. Kita menjadi tergugah untuk menemukan diri
kita.
Ketergugahan dan keingintahuan itulah yg merupakan titik yg akan menjembatani
antara masa kanak-kanak dan masa remaja. Tetapi bahkan masa kanak-kanak kita yg
diaktualisasikan secara lengkap pun belum dpat mempersiapkan diri kita secara
baik untuk menghadapi masa remaja. Tahap krhidupan baru Ini memiliki
nilai-nilai yg sama sekali unik, demikian juga dengan kewajiban-kewajiban dan
kebajikan-kebajikannya. Masa remaja menuntut sebuah kehidupan baru yg lebih
agresif dimana apa yg telah kita pelajari pada masa kanak-kanak hanya memeliki
sedikit peran dan pengaruh.
Masa remaja juga biasanya dikaitkan dengan masa “puber” atau pubertas. Istilah
“puber” kependekan dari “pubertas”, berasal dri bahasa Latin. Pubertas berarti
kelaki-lakian dan menunjukan kedewasaan yg dilandasi oleh sifat-sifat
kelaki-lakian dan ditandai oleh kematangan fisik. Istilah “puber” sendiri
berasal dari akar kata ”pubes”, yg berarti rambut-rambut kemaluan, yg
menandakan kematangan fisik. Dengan demikian, masa pubertas meliputi masa
peralihan dari masa anak sampai tercapainya kematangan fisik, yakni dari umur
12 tahun sampai 15 tahun. Pada masa ini terutama terlihat perubahan-perubahan
jasmaniah berkaitan dengan proses kematangn jenis kelamin. Terlihat pula adanya
perkembangan psikososial berhubungan dengan ber fungsinya kita dalam lingkungan
social, yakni dengan melepaskan diri dari ketergantungan penuh kepada orangtua,
pembentukan rencana hidup dan system nilai-nilai yg baru.
Dalam
literature Barat, remaja juga disebu sebagai adolescent dan masa remaja disebut
sebagai adolescentia atau adolesensia. Beberapa tokoh psikologi menekankan
pembahasan tentang adolesensia atau masa remaja pada perubahan-perubahan
penting yg terjadi di dalamnya. Jean Piaget, misalnya, lebih menitik beratkan
pada perubahan-perubahan yg dianggap penting dengan memandang “adolesensia”
sebagai suatu fase kehidupan, dengan terjadinya perubahan-perubahan penting
pada fungsi inteligensia, yr tercakup dalam aspek kognitif seseorang.
Tokoh lain, Ana Freud, menggambarkan masa adolesensia sebagai suatu proses
perkembangan yg meliputi perubahan-perubahan berhubungan dengan perkembangan
psikoseksual, perubahan dalam hubungan kita dengan orangtua dan cita-cita. F.
Neidhart juga melihat masa adolesensia sebagai masa peralihan ditintau dari
kedudukan ketergantungannya dalam keluarga menuju ke kehidupan dengan kedudukan
“mandiri”.
Sedangkan E. H. Erikson mengemukakan timbulnya perasaan baru tentang identitas
dalam diri kita pada masa adolesensia. Terbentuknya gaya hidup tertentu
sehubungan dengan penempatan diri kita, yg tetap dapat dikenal oleh lingkungan
walaupun telah mengalami perubahan baik pada diri kita maupun kehidipan
sehari-hari.
Dalam pembahasan kemudian, istilah “adolesensia” diartikan sebagai “masa
remaja” dengan pengertian yg luas, meliputi seluruh perubahan yg terjadi di
dalamnya. Remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa, yakni antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja
tersebut meninjukan pada masa peralihan sampai tercapainya masa dewasa, maka
sulit menentukan batasan umurnya. Tetapi setidaknya dapat dikatakan bahwa masa
remaja dimulai pada saat timbulnya perubahan-perubahan berkaitan dengan
tanda-tanda kedewasaan fisik yakni pada usia 11 tahun atau mungkin 12 tahun
pada anak permpuan sedangkan pada anak laki-lakinumumnya terjadi di atas 12
tahun.
2.3 Mengenali Kebutuhan-kebutuhan [
Psikologis ] Remaja
Konsepsi “ kebutuhan pada hakikatnya lrbih berkaitan dengan implikasi-implikasi
social dari pada sekedar sebuah penggambaran tentang perilaku manusia berkaitan
dengan insting-insting yg dimilikinya. Insting, berdasarkan definisinya,
merupakan sebuah atribut bagi seseorang individu. Kebutuhan mengisyaratkan
kerjasama ( cooperation ) kelompok untuk dapat memenuhinya. Ia mengarahkan
perhatian dari individu kepada masyarakatnya dengan cara-cara yg, jika
diperlukan, mungkun digunakan oleh suatu kelompok untuk memodifikasi
metodo-metodenya dengan harapan mendapatkan pelbagai perubahan yg dihasilkan
dalam reaksi seorang individu.
Pelbagai jenis kebutuhan kita sebagai remaja selama ini telah di kompilasikan
dari kebutuhan-kebutuhan psikologis mendasar. Salah satu penjelasan paling awal
mengenai kebutuhan-kebutuhan remaja adalah bahwa pada mas remaja pada umumnya
kita merindukan pengalaman baru, rasa aman, resons, dan pengakuan. Di usia ini
kita seringkali merasa bahwa rumah tempat kita tinggal telah memberi kita
monotomi [bukan otonomi], rasa tidak aman dan penolakan. Penyimpangan yg kita
lakukan kadang-kadang dapat digambarkan sebagai upaya yg salah arah untuk
menenukan kepuasan atau pemenuhan atas keinginan-keinginan kita yg paling
fundamental.
Salah satu kebutuhan psikologis kita yg paling penting dan juga kebutuhan
seluruh manusi adalah peneromaan oleh kelompoksosial di sekitarnya. Kebutuhan
ini mencakup kebutuhan akan kasih saying dalam lingkungan dekat dalam rumah,
penghormatan di antara teman-teman kita sebaya dan apresiasi dari orangtua atau
guru-guru yg mengajar kita. Kebutuhan ini mengambil bentuk-bentuk yg berbeda
pada tahap-tahap usia yg berbeda dan dalam hubunganya dengan orang-orang
berbeda. Tetapi kebutuhan ini tampaknya muncul dari watak esensial manusia
sebagai makhluk social sebagai anggota kelompok sosisal tertentu.
Pengalaman akan penerimaan ini pada masa balita dan kanak-kanak mengarahkan
pada rasa aman yg kemudian membentuk salah satu bahan penting untuk kesehatan
mental semangat juang dari warga sipil atau tentara yg karena diperkuat oleh
perasaan ini, mampu menghadapi pelbagai kesulitan dan kekecewaan tanpa
kecemasan yg berlebihan. Hilanhnya perasaan ini pada umumnya akn diikuti oleh
rsa tertekan yg kemudian dapat memeunculkan penyimpangan dan disharmoni mental.
Anak-anak yg ditolak atau tidak diinginkan pada masa balitanya lebih besar
kemungkinanya untuk menjadi nak-anak yg sulit diatur dan akan menyulitkan para
gurunya pda usia sekolah.
Bersamaan dengan kebutuhan ini, manusia pada umumnya juga memiliki kebutuhan
untuk “memberi dan menerima” untuk menunjukan rasa kasih saying, merasakan
penghormatan, mengekspresikan penghargaan Pelbagai studi kasus yg dilakukakn
C.M. Fleming, misalnya, menunjukan efek-efek yg merugikan akibat dihalanginya
komplemen atas penerimaan oleh kelompok sosial ini. Hilangnya rasa ini larangan
atas kasih saying dalam bentuk ekstrem mengarah pada penekana yg berlebihan
atas nilai kepuasaan-kepuasaan pengganti semisal hasrat yg besar akan kekuasaa
ataau atas kesenangan.
Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan untuk mempelajari hal-hal baru kebutuhan
untuk mengalami “petualangan-petualangan segar”.Kebutuhan ini terkait erat
dengan impuls organisme manusia terhadap pertumbuhan dan perkembangan; tetapi
tidak terbatas hanya pada pertumbuhan fisikal semata. Kebutuhan ini tampaknya
dirasakan secara terus-menerus sebagai atribut umat manusia dari kelahiran
hingga kematiannya. Pada masa kanak-kanak, kebutuhan ini ditunjukan sebagai
eksplorasi atas ruangan, rumah, atau jalan. Pada tahap selanjutnya, kebutuhan
ini kemudian meluas hingga mencakup pengalaman-pengalaman baru di sekolah dan
lingkungan; dan, pada masa remaja atau dewasa, kebutuhan ini secara potensial
meluas sampai pada batas-batas pengetahuan mengenai suku, bangsa atau ras.
Penaklukannya dari satu langkah menuju langkah lainnya ditandai dengan
pengalaman akan hasilan pengakuan yg diberikan olah kelompok, atau individu itu
sendiri, pada fakta bahwa sebuah kemenangan baru telah diraih.
Yang sepadan dengan kebutuhan ini adalah kebutuhan akan pemahaman pencarian
jawaban atas pelbagai pertanyaan berkaitan dengan apa yg sedang terjadi, dan,
(dalam peradabanyg kita kenal dengan baik), dari usia empat atau lima tahun dan
seterusnya, pertanyaan berkaitan dengan mengapa hal-hal itu terjadi seperti
sekarang ini. Pertanyaan-pertanyaan metafisikal seseorang anak kecil secara
langsung sejalan dengan pemikiran keagamaan atau filosofis dari seorang remaja
atau dewasa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampaknya diasosiasikan dengan
kebutuhan yg selalu hadir dengan mendapatkan wawasan berkaitan dengan
pengalaman yg terus berubah dan kesalingterkaitan yg juga terus bergeser daru
umat manusia sebagai makhluk sosial dalam pelbagai kelompok sosial dimana anak
itu merupakan salah seorang anggotanya.
Kebutuhan lain yg melengkapi kebutuhan akan petualangan dan pemahaman ini
adalah kebutuhan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam jenis tertentu untuk
memberi sumbangan secara progresif melalui tindakan tertentu bagi kesejahteraan
kelompok. Seorang anak kecil yg berbahagia dalam kehidupan keluarganya pada
umumnya dapat dilibatkan untuk melakukan kerjasama aktif dalam kehidupan
keluarga. Seorang anak kecil sebaiknya diizinkan untuk berbagi “tugas-tugas
ringan” dengan ibu atau ayahnya, maupun dengan saudara-saudaranya. Hal ini
dimaksudkan untuk memupuk rasa percaya diri dan tanggung jawab pada si anak
agar si anak merasa aman dan nyaman di rumahnya sendiri. Kebutuhan-kebutuhan yg
kita miliki sebagai remaja mempunyai keterkaitan satu sama lain yg tidak dapat
dipisahkan.
2.4 Pergaulan Bebas
Akibat persepsi dan pemaknaan yg keliru tentang cinta, tidak jarang kita
terlibat dalam pergaulan yg terlalu bebas dan permisif. Apapun boleh dilakukan,
asal dilakukan atas dasar suka sama suka. Tidak ada lagi pertimbangan tentang
sebab dan akibat. Tidak ada lagi pertimbangan berdasarkan hati nurani dan akal
sehat. Dengan dalih cinta, apa pun akan dilakukan. Biasanya kita baru merasa
sadar ketika efek atau akibat dari pergaulan bebas tersebut membawa dampak yg
negative semisal kehamilan di luar nikah, perasaan minder akibat kita merasa
tidak seperti remaja-remaja lain yg masih “bersih”.
Meskipun angka kehamilan remaja yg belum menikah sulit untuk diketahui dengan
pasti akibat belum adanya statistik mengenai kehamilan remaja belum menikah,
akan tetapi, dari pelbagai berita di media massa, baik cetak maupun elektronik,
dan hasil-hasil penelitian mengenai kehamilan di luar nikah, terlepas dari
keabsahan penelitian tersebut, menunjukan kecenderungan bahwa kehamilan remaja
di luar nikah cenderung selalu meningkat dari tahu ke tahun.
Yayah Khisbiyah (1994), misalnya, mengutip pelbagai hasil penelitian yg
menunjukkan intensitas angka kehamilan remaja di luar nikah. Lembaga konseling
remaja, Sahabat Remaja, menemukan dari pelbagai kasus yg mereka tangani pada
tahun 1990 dijumpai ada 80 remaja usia 14-24 tahun yg hamil sebelum nikah.
Penalitian di Manado yg dilaporkan oleh Warouw mengambil 663 sampel secara acak
dari 3.106 orang meminta induksi haid ditemukan sebanyak 472 responden yg belum
menikah (71,3%) mengalami kehamilan yg tidak dikehendaki (unwanted pregnancy).
Dari jumlah tersebut, 291 responden (28,8%) berusia 14-19 tahun, 345 responden
(52%) berusia 20-24 tahun.
Penelitian lain yg dikutip Khisbiyah adalah penelitian yg dilakukan Widyantoro
pada tahun 1989 di Jakarta dan Bali. Widyantoro menemukan 405 kasus kehamilan
tak dikehendaki yg terkumpul di klinik WKBT di dua kota tersebut selama satu
tahun. Dari data yg terkumpul terungkap bahwa 95 persen kehamialn adalah
kehamilan pada remaja berusia 15-25 tahun. Dari segi pendidikan, 47 persen
remaja tersebut duduk di tingkat SLTP dan SLTA. Selanjutnya Khisbiyah
melaporkan bahwa data dari klinik dan praktik dokter di sekitar kabupaten
Magelang diduga ada sekitar 1456 kasus kehamilan remaja dalam setahun. Tentu
saja kasus yg terjadi sebenarnya berbeda dari laporan penelitian tersebut.
Boleh jadi angkanya jauh lebih besar mengingat ada sebagian kasus yg luput dari
penelitian atau tidak terdektesi oleh klinik atau dokter setempat karena mereka
dating ke “tempat lain” untuk melakukan “pengobatan”.
Jika sinyalemen ini bener, maka selayaknya kita merasa prihatin dan mencari
penangan atas masalah tersebut secara lebih serius dan komprehensif. Kehamilan
remaja di luar nikah tidak hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi
juag bagi anak yg di kandungnya. Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil di
luar nikah itu pun akan mengalami tekanan batin tertentu mumgkin akan diterima
oleh si remaja maupun keluarganya. Rasa malu pada tetangga dan teman-teman
merupakan penderitaan batin tersendiri yg harus ditanggung si remaja dan
keluarganya. Meskipun ada sebagian orang yg tidak malu dengan kehamilannya di
luar nikah.
Dalam islam,
jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan karena dampak buruk yg
diakibatkannya. Ayat-ayat yg melarang zina antara lain adalah,
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
Suatu perbuatan yang keji dan jalan yang sangat buru (Al-Isra’:32).
Dan terhadap wanita-wanita yg mengerjakan perbuatan keji (zina),
Hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksi-
Kannya). Kemudian apabila mereka telah memberikan persaksian,
Maka kurunglah wanita-wanita itu dalam rumah sampai menemui
Ajalnya, atau sampai Allah memberikan jalan yg lain kepada mere-
Ka (An-Nisa’:15).
Meskipun persoalan tafsir dan pemahaman atas ayat tersebut masih dapat
diperdebatkan, tetapi yg jelas zina zina memberikan dampak buruk dan perbuatan
yg tidak layak dilakukan. Berikut ini adalah beberapa dampak negatif yg dapat
ditimbulkan dari kehamilan di usia remaja, utamanya yg menyakut perkenbangan
bayi yg akan dilahirkan sebagai manusia.
Perkembangan Kognitif
Aspek kognitif yg menonjol dalam kehidupan kita adalah kecerdasan. Kecerdasan
kita terdiri atas beberapa aspek yg salah satunya adalah kemampuan berbahasa dan
menalar. Perkembangan kognitif kita dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, anara
lain perawatan kesehatan, keadaan gizi, dan stimulasi mental yg diberikan oleh
lingkungan, terutama kedua orangtua. Selain itu, kondisi sosial dan eoknomi
serta kematangan psikologis kedua orangtua kita pun ikut berperan besar dalam
mempengaruhi perkembangan kognitif kita.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di Amerika, misalnya, anak yg dilahirkan
oleh ibu-ibu remaja rata-rata memiliki tingkat kecerdasan yg lebuh rendah dibandingkan
dengan anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu yg usianya lebuh dewasa (lihat Baldwin
& Cain, 1978). Perkembangan bahasa dan penalaran anak-anak yg lahir dari
ibu-ibu remajaumumnya jauh lebuh terbelakang dibandingkan dengan anak-anak yg
lahir dari ibu-ibu yg usianya lebih dewasa.
Menurut sebagian pakar psikologi, sebagaimana dikutip Ancok dan Suroso (1995),
rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak tersebut disebabkan oleh si ibu yg belum
mampu memberikan stimulasi mental yg baik pada anak-anak mereka. Hal ini,
antara lain disebabkan ibu-ibu yg masih remaja ini belum memiliki kesiapan
untuk menjadi seorang ibu. Perkembangan bahasa seorang anak sangat banyak
dipengaruhi oleh bagaimana cara kedua orngtuanya berbicara kepada si anak.
Aspek-aspek kecerdasan lainnya akan berkembang jika kedua orangtua dan
lingkungannya dapat memberikan permainan atau stimulasi mental dengan baik.
Orangtua yg masih remaja pada umumnya kurang mampu memberikan stimulasi mental
semacam ini.
Mengingat kecerdasan memiliki peran yg sangat penting dalam keberhasilan di
bidang akademik maupun karier, maka rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak yg
lahir dari ibu-ibu remaja di luar nikah ini boleh jadi akan mengakibatkan
kesulitan hidup bagi si anak itu kelak.
Perkembangan Sosial dan Emosional
Meskipun penelitian mengenai dampak kehamilan ibu remaja diluar nikah
terhadap perkembangan sosial dan emosinal anaknya belum menunjukan hasil-hasil
yg konsisten; tetapi cukup banyak penelitian yang menemukan dampak negatif dari
kehamilan semacam ini. Baldwin dan Cain (1981), misalnya, menemukan bahwa
anak-anak yg lahir dari ibu remaja lebih banyak memiliki sifat hiperaktif, rasa
bermusuhan yg besar , kurang mampu mengontrol emosi dan lebih impulsive jika
dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu dewasa.
Sifat-sifat negatif seperti di atas sedikit banyak akan mempengaruhi proses
penyesuaian diri kita terhadap lingkungannya, baik di sekolah maupun dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Selain itu, prestasi kita di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemempuan kognitif
kita (kecerdasan kita) dan kemampuan menyesuaikan diri dengan sekolah. Anak yg
tingkat kecerdasannya rendah biasanya memiliki prestasi kurang (atau bahkan
tidak) baik di sekolah. Selain itu, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan
di sekolah memiliki pengaruh yg cukup besar terhadap prestasi belajar anak.
Anak yg agresif, suka menyerang, suka diatur biasanya memiliki prestasi yg
kurang baik. Para guru biasanya tidak menyukai anak-anak hiperaktif, nakal, dan
suka mengganggu teman-temannya.
Eric Taylor (1988), misalnya, pernah menceritakan seorang anak yg bernama Ari,
anak berusia sembilan tahun, yg memiliki masalah yg berkaitan dengan sikap
agresif Ari dan ketelengasannya kepada anak lain. Dalam sebuah perkelahian Ari
pernak mendorong lawannya keluar dari jendeladan pernah menikam lawannya yg
lain dengan gunting. Dua sekolahnya yg dahulu telah menyatakan bahwa Aria tidak
dapat dikendalikan dank arena itu dikeluarkan. Setiap orang yg mengenalnya
sependapat bahwa di luar biasa over aktif, tidak pernah mengasyiki suatui
kegiatan apa pun, dikucilkan oleh teman-teman sebayanya, dan mudah mengamuk
bila merasa frustasi. Pola perilaku seperti ini sudah tampak sejak Ari masih
berusia satu tahun, tetapi bersamaan dengan tambahnya usia, nyata sekali dia
menjadi semakin menjadoi pemurung. Sifat lekas marah dan kecurigaannya yg
berlebihan sebagian besar agaknya terkait dengan suasana rumahnya yg penyh
“badai”, dimana perbantahan menyangkut kebiasaan buruk ayahnya seringkali tidak
terkendalikan dan meningkat menjadi percekcokansecara fisik.
Dalam kasus Ari, jelas sekali perangi atau watak yg ditunjukan orangtua
memiliki pengaru yg besar terhadap perkembangan psikologis seorang anak. Ada
sebuah ungkapan bijak yg menyatakan,”Jika seorang anak dan pujian, dia akan
belajar untuk menghormati orang lain. Jika seorang anak dibesarkan dengan caci
maki dan hinaan, dia akan belajar untuk membenci orang lain”.
Perkembangan Seksual
Mungkin ada pertanyaan yg pernah terbersit dalam benak sebagian kita: Apakah anak
perempuan yg dilahirkan oleh ibu remaja di luar nikah pada saat anak itu
menginjak remaja nanti lebuh memiliki kemungkinan untuk hamil di luar nikah
jika dibandingkan dengan anak-anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu dewasa dalam
pernikahan yg sah? Pertanyaan ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut untuk
mengetahui ada tidaknya efek estafet dari kehamilan remaja di luar nikah
terhadap generasi penerusnya.
Baldwin dan Cain (1981) melaporkan bahwa tanda-tanda terjadinya efek estafet
itu memang ada. Anak-anak yg lahir dari ibu remaja memiliki kemungkinan lebih
besar untuk hamil di luar nikah pada usia remaja jika dibandingkan dengan
anak-anak yg lahir dari ibu dewasa dan dalam pernikahan yg sah. Ini memang
logis mengingat remaja pada umumnya belum siap untu menerima kehadiran seorang
anak sebagai bagian darikehidupannya. Ketidaksiapan ini kemudian yg, antara
lain, menyebabkan kurangnya kemampuan orangtua untuk mendidik dan mengasuh
anaknya dengan baik dan benar sehingga risiko untuk terjerumus kedalam hal-hal
yg negatif akan lebih besar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kami kira remaja harus pintar dalam memilih teman agar tidak terjerumus
dalam pergaulan bebas yang telah merusak aqidah dan moral sebagian remaja di
negeri ini
Oleh karena itu remaja itu perlu mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pengajian
remaja,karang taruna,dan kegiatan lainnya
3.2 Saran dan Kritik
A. Saran
Perlu kiranya remaja melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang positif baik
di sekolah maupun di lingkungannya yang tentunya harus mendapatkan dorongan dan
restu dari orang tua
B. Kritik
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih kurang baik oleh karena itu
kami sangat membutuhkan kritikan yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
- Wignjosoebroto,
Sritomo,"Ergonomi Studi Gerak dan Waktu", PT. Guna Widya,
Jakarta, 1995.
Website: